Krisis global akibat pandemi Covid-19 hingga bulan Desember 2020 ini masih berlangsung. Kebijakan PSBB, tinggal di rumah, pakai masker, jaga jarak, dan lainnya bisa memunculkan cabin fever – berbagai perasaan negatif akibat terlalu lama terisolasi di tempat tertentu.
Hidup mesti berlanjut. Presiden Joko Widodo pun mengajak bangsa Indonesia berdamai dengan Covid-19. Ajakan ini sempat menimbulkan pro dan kontra karena berhadapan dengan virus yang tak kasat mata dengan daya mortalitas yang massif. Bagaimana pun, kita mesti menyesuaikan diri dengan perubahan yang disebut “new normal”, beradaptasi dengan kebiasaan baru. Bagaimana caranya?

Secara teologis, menurut Pdt. Charliedus R. Napitu, S.Si., M.M., berdamai dengan Covid-19 harus dipahami sebagai tindakan menerima kenyataan dan memiliki sikap atau respons yang benar terhadap realitas. “Situasi ini bisa diartikan bahwa kita sedang ‘berperang’ dengan sesuatu yang tidak kelihatan secara kasat mata. Itu artinya, kita perlu menjaga dan melindungi diri dengan sebaik-baiknya. Berdamai berarti kita harus memiliki sikap yang benar dalam menjalani aktivitas sehari-hari dengan protokol yang sudah diedukasi oleh pemerintah,” ujar Pdt. Charlie, sapaan akrabnya.

Menghadapi perubahan merupakan keniscayaan. Sebagaimana dikatakan oleh Dr. Jakoep Ezra, pendiri lembaga konsultasi dan pelatihan Power Character, bahwa perubahan dunia dengan tatanan baru sudah sering terjadi, sejak manusia purba hingga manusia modern.
“Perubahan akan terus terjadi. Jatuh bangun, stress, pasti dialami. Kemampuan adaptasi kita adalah sinergi antara karakter dan kompetensi (band. Mazmur 78:72 ). Yang terbaik adalah menjadi manusia supranatural yang hidup dengan jiwa yang pulih karena kasih dengan tubuh yang terjaga vitalitasnya,” kata Doctor of Theology dari Christian Leadership Institute (STT LETS) ini.
Pdt. Charlie menandaskan, selama perubahan dipahami dengan baik dan benar, perubahan akan memiliki dampak positif untuk kehidupan yang baru. “Selalu ada hal-hal baik di tengah kondisi yang tidak baik sekalipun,” kata Pendeta Sekolah PENABUR Harapan Indah, Bekasi ini. (Gie)