INSPIRASI-ID, Jakarta – Libur panjang akhir tahun sudah dekat. Libiran kerap dimanfaatkan masyarakat untuk bepergian, baik untuk silaturahmi maupun tujuan berwisata. Tingginya mobilitas masyarakat di masa pandemi Covid-19 ini berisiko tinggi terhadap penularan. Hal tersebut perlu antisipasi.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengingatkan masyarakat tidak perlu melakukan perjalanan jika tidak mendesak. Hal ini disampaikan Prof. Wiku saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 di Istana Kepresidenan Jakarta (15/12) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. “Saya mengimbau masyarakat, jika perjalanan tidak mendesak, diharapkan tidak melakukannya,” jelasnya.
Kenali Risiko
Masyarakat juga diharapkan perlu mengenali dengan baik risiko jenis mobilitas dan kegiatan yang dilakukan. Seperti kondisi dengan risiko terendah, yaitu beraktivitas di rumah dan hanya berinteraksi dengan keluarga inti.
Kondisi lebih berisiko, yaitu melakukan perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama keluarga tanpa melakukan permberhentian selama perjalanan. Melakukan interaksi dengan bukan anggota keluarga inti di ruang terbuka dengan mematuhi 3M atau memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Kondisi lebih tinggi berisiko, yaitu perjalanan dengan kendaraan pribadi bersama bukan anggota keluarga, perjalanan kereta atau bus jarak jauh. Lalu, berinteraksi dengan beberapa orang yang bukan keluarga inti di ruang tertutup dengan sebagian besar mematuhu 3M.
Kondisi risiko tertinggi, yaitu penerbangan dengan transit, perjalanan dengan kapal atau perahu, dan berinteraksi dengan orang dari beragam sumber di ruangan tertutup dengan ventilasi buruk dengan sebagian kecil mematuhi 3M.
Mitigasi Risiko Mobilitas
Berkaitan dengan mitigasi risiko mobilitas, pemerintah sedang memfinalisasi kebijakan terkait pelaku perjalanan antarkota yang meliputi persyaratan sampai mekanisme perjalanan dan kembali ke tempat asalnya. “Pengambilan kebijakan terkait pelaku perjalanan dilakukan karena selalu ada tren kenaikan kasus setiap adanya masa liburan panjang,” ujar Prof. Wiku.
Wiku mengingatkan, berdasarkan studi Mu et Al tahun 2020, mengenai dampak mobilitas libur panjang Imlek di China tahun ini, ditemukan bahwa kota yang letaknya lebih dekat dengan pusat epidemik Covid-19, sekaligus dekat dengan daerah perkotaan padat penduduk akan memilki risiko kemunculan kasus baru yang lebih tinggi. Lalu, pembatasan mobilitas antarkota, dapat menekan peluang risiko penularan sebesar 70%. Pembatasan mobilitas dalam kota sebesar 40% harus diikuti monitoring dan evaluasi yang baik.
Sementara dari studi Chun Chang et al 2020, menenai dampak wabah di Taiwan, ditemukan bahwa waktu, durasi, dan tingkat pembatasan perjalanan memiliki andil dalam menentukan besarnya jumlah kasus.
“Selain itu, sudah jelas berdasarkan data, kita sudah sama-sama mempelajari, bahwa setiap liburan yang meningkatkan mobilitas penduduk akan mengakibatkan lonjakan kasus pada 2 hingga 4 minggu setelahnya,” tutur Prof. Wiku. (Gie/SekPres)