Jack adalah petugas polisi yang ditempatkan di sebuah negara bagian. Dia anggota kepolisian yang berdedikasi. Suatu hari, ketika bertugas dia menghentikan mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi dan menerobos lampu merah. Pengemudinya pria seumuran dengannya. Jack segera meminta SIM (Surat Izin Mengemudi) pria tersebut untuk dibuatkan surat bukti pelanggaran dan denda yang harus dibayar.
Sesal Akibat Prasangka
Setelah berinteraksi, ternyata mereka berdua saling kenal. Pengemudi mobil itu Jim, teman Jack sewaktu di sekolah menengah. Karena bertemu teman lamanya, Jim yakin kalau dia akan terbebas dari tuntutan denda. Namun, Jack tetap meminta SIM-nya. Dengan perasaan kesal Jim menyerahkannya, kemudian segera menutup rapat-rapat kaca jendela mobilnya. Dia kesal luar biasa terhadap Jack yang tampak tidak mempedulikan dirinya.
Dalam kekesalan, saat Jack mengetuk kaca jendela mobilnya untuk menyerahkan surat tilang, Jim hanya membuka sedikit kaca mobilnya. Setelah itu dia segera meninggalkan Jack tanpa basa-basi.
Setelah menjalankan mobilnya, Jim baru tahu kalau SIM miliknya tidak ditahan. Jack juga menyerahkan sebuah surat. Dengan perasaan penasaran Jim menghentikan mobilnya dan membuka surat yang diberikan Jack. Surat dengan tulisan tangan itu demikian:
”Jim, aku sempat memiliki seorang anak yang manis serta menggemaskan.. hingga sekali peristiwa seorang pengemudi memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Dia menerobos lampu merah. Mobilnya tidak terkendali dan menewaskan anakku. Pengemudi gila itu disidangkan dan kemudian dipenjarakan. Selepas dari penjara dia dapat pulang ke rumah dan memeluk anaknya. Sementara aku kehilangan anakku selama-lamanya. Sejak itu, aku tidak pernah memaafkan siapa pun yang memacu kendaraannya di jalanan dan melakukan pelanggaran. Tetapi, kali ini aku memaafkanmu. Hanya saja, ingat, jangan menambah korban – karena kehilangan itu sangat menyakitkan.”
Setelah membaca surat itu, Jim segera berbalik mencari Jack, namun dia tidak menemukan. Jim menyesal dengan sikapnya tadi kepada Jack. Sepanjang jalan dia tidak tenang. Hatinya dipenuhi beragam perasaan. Dia tidak dapat membayangkan kalau dirinya ada di tempat Jack. Saat itu simpati dan empatinya muncul. Tanpa terasa air matanya menitik membasahi wajahnya.
Tukar Peran

Betapa seringnya dalam keseharian kita, saat dipertemukan dengan banyak pribadi, kita bersikap dan bertindak tidak simpatik dan tidak empatik. Kita lebih sering menuntut orang lain untuk mengerti dan memahami diri kita lebih daripada kita mencoba memahami dan mengerti orang lain. Kita merasa diri kita layak mendapatkan semua itu. Kita menuntut orang lain memaklumi apa yang kita lakukan dan ucapkan, tanpa peduli apakah tindakan dan ucapan itu benar atau salah.
Kita menjadi pribadi yang egois dan egosentris. Jika hal itu kita alami cobalah melakukan pertukaran peran. Tempatkanlah diri kita di tempat dia dan biarkan dia menempati tempat kita. Dengan cara itu kita akan lebih obyektif dengan sikap-sikap kita. Jangan-jangan kita malu dengan apa yang kita lakukan dan ucapkan, dan kita akan menjadi maklum dengan sikap orang lain kepada kita.
Melakukan pertukaran peran akan membantu kita membangun simpati dan empati kita kepada semua orang. Hal itu membuat kita tidak cepat-cepat menanggapi sikap orang lain dan menuduh orang lain sebagai pribadi yang patut dimusuhi. Membangun simpati dan empati bagi semua orang bahkan akan menolong kita untuk lebih memahami orang lain: memahami kemarahan, kekecewaan, kesedihan, kegembiraan, ketidakpedulian, sikap acuh tak acuh dan semua respons yang dinyatakannya. Hal ini akan meminimalkan kesalahpahaman dan memaksimalkan pertemanan dan persahabatan. Selamat menjadi sesama bagi sesama.
Sumber: Majalah INSPIRASI Indonesia