Pagi tadi saya bisa berdoa tenang di tempat sejuk, tapi IA tidak. Saya berdoa, biar kehendakku yang jadi Tuhan, please. Tapi IA tidak.
Saya memiliki banyak teman, tapi IA tidak. Bahkan 3 orang dekatnya tak peduli.
Saya berpeluh lebar ketika berolahraga atau makan enak, tapi IA tidak. Peluhnya bagai darah, karena perjuangan untuk tetap stay at the course.
Saya disayangi banyak teman, bersyukur tak ada yg menghianati sehingga saya bisa seperti saat ini. Tapi IA tidak. Ia bukan hanya dikhianati tapi diserahkan muridNya untuk di hukum mati.
Saya menikmati makanan enak, tempat tidur enak, lingkungan enak, tapi IA tidak. Ia difitnah, didera, disakiti, diteriaki: “Salibkan Dia”. Padahal, beberapa hari sebelumnya mereka berteriak “Hosanna”.
Saya bisa kumpul bersama istri berdua dan berbahagia, tapi IA tidak. Sendirian IA harus naik ke Golgota. Sakit badan, tak terperi. Tangis Ibu Ibu menjadi penghibur. Cercaan sesama pesakitan membuat kesakitannya sempurna. Tapi IA tidak kalah.
Kalau saya disakiti, difitnah dan didera bukan karena salah, saya pasti akan membalas. Kadang lebih kejam dari yang saya terima. Tapi IA tidak. Dengan lantang IA berkata, “Ya Bapa ampunilah mereka karena mereka tak tahu apa yang mereka perbuat.”
Itulah sebabnya kami bahagia ketika kami berfoto ria di depan Golgota karena kesakitan, penghakiman dosa, sudah berlalu di sana.
Karena Jumat Agung maka kami memiliki keagungan yang seharusnya tak layak menerima.
Itu sebabnya hari ini saya bisa MENGATAKAN TIDAK pada dosa dan kebencian, sehingga IA bisa berkata YA.
Sabaslah anak-KU, engkau yang setia terimalah kebahagiaan di dalam DIRIKU.
Happy Good Friday.