Melalui Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006, Mahkamah Konstitusi RI menegaskan di dalam pertimbangan hukumnya, bahwa Perhimpunan Advokat Indonesia atau disingkat PERADI, sebagai organisasi advokat, yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat menurut Undang-Undang Advokat (single bar system).
“Penegasan Mahkamah Konstitusi terhadap persoalan konstitusionalitas organisasi advokat, melalui beberapa pertimbangan dalam putusannya, dilandasi oleh keinginan kuat untuk membangun marwah advokat, sebagai profesi mulia“, ujar Ketua Mahkamah Konstitus RI, Dr. Anwar Usman, S.H., M.H, dalam Webinar Nasional “Single Bar System”, Solusi Organisasi Advokat Indonesia (Suatu Telaah Yuridis Akademis), yang diselenggarakan Fakultas Hukum UKI (22/07).
Menurut Dr. Anwar Usman, Mahkamah Konsitusi (MK) telah menetapkan dan menggariskan rambu-rambu konstitusional mengenai organisasi advokat yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Sebagai produk final, putusan MK wajib ditaati dan dijalankan oleh seluruh pihak termasuk para advokat. Namun demikian dalam putusan MK sebagaimana telah dijelaskan dimuka, single bar atau multi bar system yang dipakai, merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy), yang menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang dalam hal ini Presiden dan DPR, yang tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan para Advokat.
Ketua Umum DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M., mengungkapkan, “Sistem single bar system merupakan model yang telah teruji di beberapa negara namun kita harus menyatukannya. Ia pun sangat menyesalkan ketua Mahkamah Agung (MA) menerbitkan SK 73 Nomor 2015. “Sistem single bar menjadikan ada satu standar kompetensi yang harus dipenuhi seseorang untuk bisa menjadi advokat yang merupakan profesi sangat mulia (officium novile). Standar itu, baik kompetensi, profesionalisme hingga kode etik.”
Ketika Indonesia membuat Undang-Undang (UU) Advokat, memutuskan menganut wadah tunggal organisasi advokat. Tujuan utamanya yakni meningkatkan kualitas advokat dan melindungi para pencari keadilan. ”Undang-Undang Advokat ini dibuat di DPR pada 2003, maka tidak ada satu pun peserta dari DPR yang mempersoalkan tentang sistem single bar yang dibentuk itu,” ungkapnya.
Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono, S.H., M.H., MBA, menjelaskan Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat menghendaki hanya ada satu Organisasi Advokat di Indonesia (Single Bar System). “Perhimpunan Advokat Indonesia yang dibentuk oleh 8 organisasi yang disebutkan dalam UU Advokat adalah satu-satunya wadah Profesi Advokat yang bebas dan mandiri sebagai pelaksana Undang-Undang No.18 Tahun 2003 tentang Advokat,” tutur Dr. Dhaniswara.
Mantan Hakim Agung RI, Prof. Dr. Gayus Lumbun,S.H., M.H., berpesan agar solusi terhadap persoalan Organisasi Advokat di Indonesia apakah dengan sistem Single Bar atau Multi Bar merupakan agenda penting yang sesegera mungkin diselesaikan.
Webinar nasional ini terselenggara atas kerjasama antara Fakultas Hukum UKI dengan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia. Dan turut dihadiri oleh Dekan FH UKI, Dr. Hulman Panjaitan, S.H., M.H., dan juga menghadirkan narasumber Wakil Ketua MPR RI, H.Arsul Sani, S.H., M.Si., Pr.M, dan Anggota Komisi III DPR RI, H. Arteria Dahlan, S.T., S.H., M.H, dengan moderator webinar ialah Wasekjen DPN PERADI, Johannes L.Tobing, S.H.