Menjadi besar dan terkenal – entah itu perusahaan, gereja, lembaga swadaya masyarakat, persekutuan, kelompok maupun individu perseorangan – memang tidak mudah. Perlu upaya keras dan pengorbanan mulai dari saat pembibitan sampai penuaian. Tak jarang, sebelum mencapai “atas”, orang atau organisasi itu harus jungkir-balik, “ups and downs” beberapa kali sebelum “akhirnya” pada saat ini, mencapai posisi yang banyak orang mengatakan sebagai sebuah “sukses”.
Nah, ketika sudah berada di “atas”, mulailah gejala perubahan itu terjadi. Mengingat sangat sulitnya mencapai “atas” maka yang dulu sangat “agile” alias lincah dan gesit menjadi lebih lamban dan gemulai karena format badan orang dan organisasi mulai tambun, diisi banyak sistem dan prosedur untuk menata langkah agar tersusun rapi, setapak demi setapak.
Yang dulunya cepat dan berani mengambil risiko, ketika sudah “membesar” mulai berangsur lebih lamban dan menjauhi risiko, walaupun dengan kalimat indah seperti “calculated risk”.
Mulanya hubungan antar manusia sangat mencair, tak ada pembatas sekat organisasi dan pangkat. Namun, ketika sudah “sukses”, hubungan menjadi sangat struktural sehingga sekat organisasi menjadi tembok penghalang.
Sekali lagi gejala ini normal dan sebuah keniscayaan. Dan ini dialami oleh organisasi maupun orang yang sudah menjadi berbeda karena “keberadaan”nya, berubah entah disadari atau tidak, menjadi organisasi manusia yang “unreachable”, “slow” dan penuh “pride” karena kesuksesannya.
Organisasi besar yang bisa berdansa
Saya mulai dengan organisasi, karena ini yang menjadi lingkungan kehidupan kita selama 8-10 jam sehari. Berkarya, bekerja, berinteraksi dalam lingkup organisasi – entah itu untuk mencari laba dan nirlaba – yang akan membentuk karakter dan sikap kita ketika kita berada di luar lingkup itu.
Ini suatu fakta yang sering dilupakan orang. Organisasi Anda akan membentuk Anda kalau Anda tidak bisa membentuk karakter organisasi Anda. Cara kerja dan interaksi di organisasi akhirnya menjadi pudar ketika Anda di luar. Ini dikarenakan budaya perusahaan itu demikian kuat, karena adanya unsur kekuasaan dan ketakutan yang diciptakan oleh sistem, membuat Anda harus mengubah karakter dan gaya Anda kalau mau bertahan di lingkungan itu. Atau bagi yang bermental “hero”, Anda bisa menjadi penggagas budaya yang akan membuat orang lain mengikuti gaya Anda. Ini membutuhkan keteladanan dan kekuasaan secara simultan.
Nah, inilah yang membuat banyak organisasi besar kehilangan nyalinya untuk berubah walaupun sudah melihat dunia yang sangat berubah saat ini. Cerita klasik, dan yang masih terus terjadi, industri surat kabar dan majalah – termasuk INSPIRASI tentunya – akan tinggal kenangan kalau tidak mau berubah karena tuntutan pelanggan berbeda dengan banyak tawaran lain yang lebih memudahkan mereka.
Menyadari bahwa mengubah diri itu tidak mudah, maka perlu suntikan dari luar untuk menjadi ragi di dalam yang meng-“khamir”-kan seluruh adonan. “Khamirisasi” ini merupakan cara efektif, mengubah dengan pelan tapi pasti dengan memasukkan bahan luar yang sedikit tapi memberi dampak yang besar.
Inilah yang dilakukan Astra dengan masuk menjadi investor besar di series E-funding perusahaan “unicorn” asli ciptakan manusia Indonesia, Go-Jek. Banyak yang tidak menyangka memang, walaupun rumor sudah beredar sebelumnya, bahwa perusahaan sekaliber Astra investasi di industri kekinian.
Langkah ini ternyata mendapat apresiasi di berbagai pemangku kepentingan.
Karyawan dan eksekutif Astra ada yang memberi acungan jempol seraya berujar, “Saya bangga menjadi bagian Astra.”
Pelanggan Astra juga banyak yang memberi selamat.
Bahkan istri dan anak saya, yang baru saya informasikan setelah acara penandatanganan selesai, ikut kaget dan terkesima. “Wuih keren,” komentarnya.
Mitra luar negeri di group bisnis yang saya pimpin bilang “a great news, we can collaborate more.”
Tentu mungkin ada yang juga sinikal. Tetapi, saya pribadi meyakini bahwa langkah ini menggerakkan antusiasme di pemangku kepentingan bahwa konglomerasi tidak kalah dalam berdansa dengan perusahaan rintisan.
Apa artinya gebrakan ini?
Pertama, kalau Anda mau maju harus berani berkolaborasi dengan siapa pun. Jangan pandang usia tetapi pandang cara pikir dan langkahnya.
Pengalaman menunjukkan anak muda memang gesit dan mampu mengubah dunia karena mereka hidup dalam paradigma “Entrepreneur Zaman Next”. Sedangkan yang “tua” dan yang “besar”, “di atas” dan merasa “sukses” lagi berjuang untuk mencoba mengerti “Business Zaman Now”.
Bagi saya inilah teknik “khamirisasi”. Diharapkan gaya Go-jek bisa membuat pemimpin dan karyawan Astra lebih “agile” dan “fast” sebaliknya gaya Astra membuat pemimpin dan karyawan Go-Jek menjadi lebih “sistematis” dan “prosedural” dalam “corporate governance”.
Kedua, tidak perlu jadi yang pertama asal jangan jadi yang terakhir.
Orang bijak bilang “better late than never”. Saat ini adalah saat yang baru. Bergeraklah ke dunia digital kalau TIDAK, perusahaan akan masuk ke “Zaman Old”. Akibatnya sudah diduga “Chapter 11” alias bangkrut atau mati segan hidup tak mampu.
Malu bertindak karena sudah “terlambat”, inilah penyakit kronis yang akan membuat akut. Lakukan perubahan sekarang, walau sudah terlambat mungkin, daripada tidak sama sekali. Ini memerlukan keberanian ekstra, berani malu, berani tersipu tapi lebih baik malu daripada mati. Saya salut dengan Bluebird yang beraliansi dengan Go Car walaupun BlueBird kita kenal sebagai taksi ikonik di Jakarta khususnya.
Ketiga, “reinventing your company” dengan menjadi bagian dari “komunitas zaman next”.
Mulailah mengambil langkah berani untuk masuk ke dunia DIGITAL dengan mengadopsi teknologi, perubahan proses bisnis, perubahan sistem prosedur. Kalau perlu buat team “khamirisasi” yang berada di luar organisai saat ini untuk membuat debut baru yang berbeda pendekatan dengan sistem dan cara yang sekarang ada.
Ini akan membuat hidup Anda bersemangat dan berani mengambil langkah revolusioner. Komunitas yang passionate membuat Anda passionate juga.
Astra yang tahun ini berusia 61 dibawah pimpinan Pak Pri, begitu kami memanggilnya, berani berdansa dengan Go-jek yang masih muda dengan Nadiem & Andre yang juga muda. Sebuah terobosan yang membuktikan ketiga prinsip di atas bukanlah hal aneh tapi lumrah bagi yang mau maju.
Bagaimana dengan Anda?
Sumber: Majalah Inspirasi Indonesia