Tiga tahun Program Kartu Prakerja telah melayani 16,4 juta warga di luar pendidikan formal. Praktisi teknologi berkumpul bersama pemangku kebijakan membahas ‘behind the scene’ Kartu Prakerja. Mulai dari regulasi, edukasi pengguna, hingga transformasi digital Prakerja
INSPIRASI-ID,Jakarta – Tiga tahun pelaksanaan Program Kartu Prakerja telah membuktikan bahwa teknologi digital menjadi kunci utama reformasi birokrasi. Pengalaman Prakerja dalam menyediakan akses jutaan penduduk ke ribuan pelatihan untuk peningkatan keterampilan secara non-formal dapat menjadi masukan positif untuk mewujudkan cita-cita e-government yang makin meluas dan menjadi model pelayanan publik.
“Penanganan Covid-19 tidak bisa play-by-the-book, karena bukunya tidak ada. Prakerja menjadi start-up e-government pertama Indonesia. Prakerja menjadi program semi-bansos yang sifatnya pemberdayaan, inilah yang membedakan dengan program lain,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto saat menjadi pembicara dalam acara ‘Tiga Tahun Kartu Prakerja: Gebrakan Inovasi Pelayanan Publik’ di Jakarta (15/23).
Menko Airlangga mengatakan Prakerja terus meningkatkan kualitas program dengan berulang kali melakukan iterasi. Tantangan pemerintah menyediakan pelatihan secara masif berkualitas dan merata tidak mudah. Belajar dari pengalaman Prakerja selama tiga tahun, upaya tersebut bisa berlangsung dengan pendekatan online. “Namun untuk pelatihan offline, bukanlah hal yang mudah karena jenis, lokasi maupun kualitas masing-masing berbeda,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Airlangga, Prakerja sudah terbukti sebagai program yang patut diandalkan. Dua fungsi yang berpadu dalam satu program, yakni menyalurkan bantuan sosial sekaligus memberi pelatihan jadi hal baru. “Ini bisa ditularkan ke negara lain. Banyak negara mencoba menyediakan pelatihan secara massif, belum ada yang bisa. Kita bersyukur Prakerja bisa,” imbuh Airlangga.
Elaborasi Inovasi
Acara Tiga Tahun Kartu Prakerja ini mengelaborasi upaya program yang lahir sejak 17 Maret 2020 dan telah menjangkau 16,4 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Mereka berasal dari 514 kabupaten dan kota di 34 provinsi di Indonesia dengan anggaran Rp 59 triliun selama 2020-2022. Diskusi sehari ini menampilkan pemangku kebijakan, industri, para praktisi layanan publik, akademisi, birokrat, serta praktisi teknologi dan ekonomi digital.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, pada tahun pertama strategi program fokus pada inovasi dan iterasi untuk membangun ekosistem dan mematangkan proses. Pada tahun kedua, Prakerja membuka diri untuk evaluasi mengingat besarnya alokasi program. “Alhamdulillah, hasil evaluasi positif. Prakerja terbukti menaikkan ketahanan pangan, menopang daya beli, meningkatkan inklusi keuangan, meningkatkan kebekerjaan dan kewirausahaan. Hasil evaluasi J-PAL SEA 2021 menyatakan bahwa rata-rata pendapatan per bulan penerima meningkat Rp 122.500, lebih tinggi 10% dari non-penerima,” ungkapnya.
Pada tahun ketiga, lanjut Denni, Prakerja memperluas edukasi program, dalam dan luar negeri. Dengan bermodal hasil evaluasi, Prakerja bisa berbagi pengalaman dan membangun optimisme. Pelaksanaan program Prakerja juga efisien, karena biaya operasi PMO hanya 0,59% dari total anggaran. “Itu pun Prakerja masih memberikan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) ke Kemenkeu sebesar Rp 237,8 miliar,” tambahnya.
Diskusi tiga tahun Prakerja bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan menularkan inspirasi akan transformasi pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi digital yang inklusif. Selain itu, acara ini juga menyediakan wadah dialog dan berbagi pengalaman maupun pengetahuan dengan ahli dan profesional swasta mengenai prioritas dan hal-hal praktis yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Denni Purbasari berharap acara ini dapat mendorong aksi nyata untuk inovasi pelayanan publik yang lebih luas lagi. (TKP/Gie)