INSPIRASI-ID, Jakarta — Dalam adaptasi perubahan iklim, praktik bisnis yang berkelanjutan perlu terus didorong. Salah satu dukungan yang diperlukan adalah akses pada pendanaan dan permodalan. Namun, pemahaman tentang akses pada instrumen pendanaan keuangan hijau (green instrument) di ranah publik masih terbatas pada pendanaan konvensional, modal ventura, dan private equity.
Memperhatikan urgensi penerapan pendanaan green instrument, Supernova Ecosystem bersama dengan para mitranya, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dan Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), menggelar diskusi bersama media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan”. Acara yang dipandu oleh Irma Chantily dari Supernova Ecosystem ini berlangsung di Ibis Style Hotel, Jakarta (3/4/24).
Dalam diskusi media ini hadir sebagai narasumber: Inez Stefanie selaku Equator Capital Partner Supernova Ecosystem, Dr. Mahpud Sujai, Praktisi Kebijakan Keuangan Berkelanjutan; Vitri Sekarsari, Grant and Resource Mobilization Manager Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari – Mitra Supernova Ecosystem; Bryan Citrasena selaku Partnership & Communications Consultant, Koalisi Ekonomi Membumi (KEM), dan Dr. Mubariq Ahmad, Ahli Ekonomi dan Lingkungan yang hadir secara daring.
Inez Stefanie menjelaskan bahwa Supernova Ecosystem menginisiasi konsep dan kerangka kerja Value Chain Collaboration Canvas (VC3) untuk mendorong dan memfasilitasi kolaborasi berkelanjutan antar pelaku ekosistem dengan fokus pada sektor agroforestri dan komoditas. “Sebagai lembaga bagian dari KEM (Koalisi Ekonomi Membumi), kelompok kerja Konstelasi Akselerator Supernova Ecosystem memimpin dan membantu pendampingan UMKM Hijau. Sedangkan kelompok kerja Equatora Capital memimpin di kelompok kerja penggalangan dana,” ujarnya.
Sebagai katalis pendanaan bisnis berkelanjutan, kata Inez, Supernova Ecosystem berperan untuk mempertemukan (matchmaking) pemilik usaha, pemodal, dan pemerintah. “Terdapat dua program unggulan untuk mewujudkan ini, yaitu Konstelasi Accelerator dan Equatora Capital. Harapannya, ini dapat mengatasi kesenjangan risiko bisnis ramah lingkungan dan sosial yang terjadi di sepanjang rantai pasok.” jelas Inez.
Target Selamatkan 700 Ribu Hutan
Dalam jangka pendek, menurut Inez, pada tahun 2025 Supernova Ecosystem menargetkan dapat melestarikan lahan seluas 35.000 hektar yang berdampak pada 3.500 petani hutan, petani ikan, dan petani perkebunan pada tiga komoditas, yaitu: tengkawang, nilam, dan ikan gabus. Tujuh komoditas utama yang juga akan dikembangkan dalam pipeline mereka di antaranya coklat, kelapa, dan jambu mete yang sebagian besar berlokasi di bagian Timur Indonesia.
Instrumen pendanaan hijau (green instrument investment) bagi UMKM berkelanjutan yang dikembangkan oleh Supernova Ecosystem pada tahun 2030 akan mendukung 120 bisnis berkelanjutan yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan konservasi hutan. Program investasi berbasis restorasi dan konservasi lingkungan ini diprediksi dapat menyerap 7 juta ton CO2 , menyelamatkan 700 ribu hektar area hutan, dan menciptakan 13.000 lapangan kerja bagi masyarakat adat. Hal ini diungkapkan pada acara diskusi media bertajuk “Inovasi Instrumen Pendanaan Hijau untuk UMKM Berkelanjutan” hari ini di Jakarta.
Inez menjelaskan target kerja yang ingin diraih Supernova Ecosystem adalah sebagai upaya untuk mendorong perkembangan UMKM Hijau untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang adil dan merata sekaligus dapat menjawab permasalahan lingkungan.
Untuk mencapai target tersebut, Inez menekankan pentingnya kolaborasi multipihak. “Selayaknya sebuah kerja ekosistem, kolaborasi multipihak sangat diperlukan untuk mencapai tujuan bisnis keberlanjutan. Inilah yang terus dilakukan Supernova Ecosystem bersama dengan para mitranya, seperti Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) serta para lembaga multipihak lainnya,” tandas Inez. (Gie)