Jessica Sudarta: Harpis Muda Berhati Malaikat

Jessica Sudarta: Harpis Muda Berhati Malaikat

Sejak kecil Jessica Sudarta suka dengan musik. Awalnya ia belajar piano dan sempat mengikuti berbagai lomba. Atas saran guru musiknya, ia pun mulai belajar alat musik harpa. Saat itu usianya baru 13 tahun. Bukan tanpa tantangan, bahkan terbilang sangat berat. Betapa tidak, saat itu belum ada yang bermain harpa di kotanya, Surabaya. Namun, hal itu tak menghalangi tekad Chika, begitu sapaan akrabnya, untuk belajar harpa. Alat musik yang kerap disandingkan dengan para malaikat itu pernah menjadi mimpinya saat kecil. Untuk itu, Chika belajar harpa secara jarak jauh (online) meski saat itu jaringan internet juga masih terbilang belum lancar. Sesekali ia belajar di Jakarta.

Ajaibnya, saat usia 15 tahun Chika sukses menggelar konser tunggal sebagai harpis pionir di Kota Surabaya. Talenta, passion dan gigih mencari peluang, membuka kesempatan bagi Chika untuk mengikuti kompetisi dan melanglang ke berbagai negara. Sejumlah penghargaan ia raih di sejumlah ajang kompetisi bergengsi. Beberapa ajang dunia yang sempat diikuti Chika yaitu World Harp Congress di Sydney, Australia (2014) dan 13th World Harp Congress di Hongkong Academy for Performing Arts Amphitheater, Hongkong (2017). 

Meski tinggal jauh di Surabaya, Chika juga pernah tampil di Istana Merdeka dan istana Bogor, kesempatan langka dan menjadi impian banyak musisi. Dengan berbagai prestasinya, tak heran bila ia dikenal sebagai harpis muda berbakat.

Chika tak hanya bersinar di panggung musik. Ia juga memiliki hati yang peduli. Ia bersama adiknya, Jesselyn, dan temannya, Anggela, menginisiasi gerakan “Love for Indonesia” (2017). Proyek awalnya saling belajar musik dan cultural exchange di Tabanan, Bali. Setahun kemudian dikembangkan dengan membentuk Yayasan Simfoni Surgawi Nusantara. Pelayanannya pun lebih luas: belajar musik, bahasa Inggris, mata pelajaran di sekolah, komputer, paduan suara, tari, futsal hingga soft skill.

“Sejak kecil sudah diajarkan nilai-nilai, bukan hanya melayani di mimbar, tetapi menyentuh orang-orang yang membutuhkan. Kita bertanggung jawab atas talenta dan berbagi kebahagiaan dengan anak-anak Indonesia di pedalaman,” ungkap Chika.

Dengan talenta dan kepeduliannya, Chika bak malaikat anugerah dari surga. Di balik prestasi dan cinta kasihnya, siapa sangka jika awal kehidupannya begitu dramatis. Saat dalam kandungan, ia terserang virus tokso. Beberapa dokter menyatakan bahwa kemungkinan 90% akan cacat. Dokter-dokter itu menyarankan agar janin itu digugurkan. Namun, ibunya bertekad untuk menjaga janin itu, apa pun risikonya. Apalagi kali ini buah kandungan kedua setelah keguguran.

Tuhan pun membuka jalan. Orangtuanya dipertemukan dengan dokter yang baru menimba ilmu berlatar kasus tokso di Jerman. Tekun mengikuti saran dokter, bayi itu lahir dengan sempurna. Secara fisik tidak ada kekurangan. Suatu mukjizat Tuhan. Anak itu tumbuh dengan bakat musik yang kuat. Jalan-jalan hidupnya pun penuh keajaiban. Selain piawai bermain piano dan harpa, Chika juga berbakat menyanyi. Ia aktif melayani di gereja. Dengan talentanya, Chika juga berpeluang mendapat beasiswa untuk studi harpa di Peabody Conservatory of Johns Hopkins University, Baltimore, Amerika Serikat dengan jurusan Harp Performance and Music Education. Setelah lulus, ia mendirikan Sekolah Musik KARA HARPS Academy Surabaya sebagai tempat belajar perdana di Kota Surabaya. Ia ingin murid-muridnya tak pernah berhenti bermimpi dan bekerja keras untuk mengembangkan bakat mereka. (Gie)

Join the discussion

Instagram has returned empty data. Please authorize your Instagram account in the plugin settings .

Menu

Instagram

Instagram has returned empty data. Please authorize your Instagram account in the plugin settings .

Please note

This is a widgetized sidebar area and you can place any widget here, as you would with the classic WordPress sidebar.